Bisnis dan Daya Tariknya
Daya Tarik Bisnis
Dalam kehidupan sehari-hari kita perhatikan jutaan orang melakukan kegiatan bisnis. Mereka ada yang berhasil mengembangkan usaha dan memperbesar nilai bisnisnya yang semakin lama makin maju tetapi ada pula yang gagal. Bagi mereka yang berhasil, kegiatan bisnis makin menarik dalam kehidupan mereka. Buat masa yang akan datang, lembaga pendidikan dengan buku teks yang digunakan, beserta dosen dan guru hendaknya memberikan dorongan kepada generasi muda, agar mulai mengarahkan pandangan ke profesi bisnis dan mengungkapkan serta menggali pengetahuan bisnis yang sangat menarik dan membantu mengatasi kesulitan lapangan kerja.
Pekerjaan di bidang bisnis pada masa lalu belum menarik bagi anak muda dibandingkan dengan masa sekarang ini. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang sejarah pekerjaan bisnis di negara kita. Latar belakang filosofis profesi bisnis di Indonesia kurang begitu menguntungkan. Mengapa? Masalah ini dapat kita telusuri dengan menoleh jauh ke belakang, ke masa silam, masa terjadinya pembauran kebudayaan dengan berbagai bentuk budaya asing yang diwarisi bangsa Indonesia antara lain dengan budaya Hindu. Budaya Hindu kurang memberi tempat pada fungsi dan profesi pengusaha. Dalam sistem kasta Hindu, praktisi bidang bisnis, saudagar terletak pada hirarki ke tiga setingkat di atas kasta rakyat jelata (Sudra). Ulama dan pamongpraja atau birokrat menduduki rangking lebih tinggi dari saudagar. Hal ini bukan merupakan ajaran Hindu saja, di Barat pun dalam mitologi Yunani, dewa untuk pengusaha disamakan dengan dewa pencuri, Hermes.
Kegiatan perdagangan di negara kita mulai banyak dikenal dengan masuknya para pedagang Arab yang beragama Islam sambil menyebarluaskan ajaran Islam di kalangan penduduk. Kemudian perdagangan berkembang pula pada zaman penjajahan Belanda dengan VOC-nya. Banyak issu negatif tampak dalam praktek dagang, baik praktek perdangangan oleh bangsa Arab, maupun perdagangan oleh pihak penjajah.
Kemudian di Eropa muncul Revolusi Industri yang dipelopori oleh Inggris. Revolusi Industri bermula dengan ditemukannya berbagai mesin yang memungkinkan orang membuat produksi secara massal. Hasil produksi harus dijual melalui perdagangan. Dengan demikian muncul kelas-kelas masyarakat baru, yakni kelas pengusaha industri dan pedagang yang menjelma menjadi kelompok elit baru. Dominasi mereka makin terasa dalam segala aktivitas masyarakat, mereka selalu berusaha ekspansif, bekerja dengan semangat tinggi, menggunakan berbagai cara guna mencapai apa yang mereka inginkan. Masyarakat konsumen sebagai sasaran bisnis selalu berada di pihak lemah, seringkali dirugikan dan tidak berdaya menghadapi praktek bisnis para pengusaha dan pedagang. Masyarakat bersikap sinis, apriori negatif, kurang memberikan sikap positif terhadap kelompok baru ini.
Demikian pula halnya di negara kita masyarakat tidak memiliki interest terhadap profesi ini. Masyarakat Indonesia lebih tertarik dengan lapangan pekerjaan pamongpraja, menjadi pegawai negeri, walaupun gaji kecil tapi lebih terhormat dibandingkan dengan para pedagang.
Banyak faktor psikologis yang membentuk sikap negatif masyarakat sehingga mereka kurang berminat terhadap profesi bisnis, antara lain sifat agresif, ekspansif, bersaing, egois, tidak jujur, kikir, sumber penghasilan tidak stabil, kurang terhormat, pekerjaan rendah dan sebagainya. Pandangan semacam ini dianut oleh sebagian besar penduduk, sehingga mereka tidak tertarik. Mereka tidak menginginkan anak-anaknya menerjuni bidang ini, dan berusaha mengalihkan perhatian anak untuk menjadi pegawai negeri, apalagi anaknya sudah bertitel lulus perguruan tinggi. Mereka berucap "untuk apa sekolah tinggi, jika hanya mau menjadi pedagang". Pandangan seperti ini sudah berkesan jauh di lubuk hati sebagian besar rakyat kita mulai sejak zaman penjajahan Belanda dulu, sampai beberapa dekade masa kemerdekaan.
Landasan filosofis inilah yang menyebabkan rakyat Indonesia tidak terlalu termotivasi terjun ke dunia bisnis. Kita tertinggal jauh dari negara tetangga, yang seakan-akan memiliki spesialisasi dalam profesi bisnis. Mereka dapat mengembangkan bisnis secara besar-besaran mulai dari industri hulu sampai ke industri hilir, meliputi usaha jasa, perbankan, perdagangan besar (grosir) perdagangan eceran besar (department store, swalayan), eceran kecil (retail), eksportir, importir dan berbagai bentuk usaha lainnya dalam berbagai jenis komoditi.
Rakyat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam lupa, tidak banyak mengetahui akan ajaran Islam tentang pekerjaan di bidang bisnis. Pernah Rasulullah saw. di tanya oleh para sehabat, "Pekerjaan apakah yang paling baik ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih" (HR al-Bazzar). Jual beli yang bersih berarti sebagian dari kegiatan profesi bisnis. Selain itu para ulama telah sepakat mengenai kebaikan pekerjaan dagang (jual beli), sebagai perkara yang telah dipraktekkan sejak zaman Nabi hingga masa kini.
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda: "Pedagang yang jujur lagi terpercaya, adalah bersama-sama para Nabi, orang shadiqiin dan para syuhada" (HR Tirmizi dan Hakim). Memang demikian berdagang atau berbisnis harus dilandasi oleh kejujuran. Dan apabila ia jujur maka ia akan mendapat keuntungan dari segala penjuru yang tidak ia duga dari mana datangnya, demikian menurut ajaran agama.
Banyak sekali peluang berbuat tidak jujur dalam bisnis. Lihatlah kenyataan-kenyataan yang tampak pada zaman reformasi pemerintah kita. Banyak terbongkar aib ketidakjujuran yang dilakukan oleh para pengusaha di zaman lalu. Ketidakjujuran ini mungkin saja terjadi dalam mencari peluang bisnis melalui perkoncoan (crony), hubungan famili, kerabat, kekeluargaan (nepotisme), kerjasama yang tidak (kolusi), dan modal perusahaan diperoleh dari uang korupsi. Inilah yang populer dengan slogan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
Kemudian dalam melicinkan jalan usahanya, para pengusaha tidak segan menyuab, menyogok siapa saja yang mau disuap, agar memperoleh peluang terbaik. Bagi yang beragama Islam, ada hadis yang menyatakan bahwa "ORang yang menyuap, dan orang yang menerima suap, kedua-duanya masuk neraka." (H.R. Thabrani dari Abdillah bin Amrin r.a.).
Semua ketidakjujuran ini akan merupakan bibit penyakit yang akan menghancurkan kerajaan bisnis seseorang pada waktu yang akan datang. Malapetaka musibah akan datang tidak terduga, dari mana, dalam bentuk apa, dan kapan? Jadilah kita harus membangun bisnis atas dasar penuh kejujuran.
Bisnis harus berpandangan jauh ke depan. Bisnis didirikan bukan untuk sementara, tapi untuk selamanya, seumur hidup pemilik dan terus dilanjutkan oleh ahliwarisnya.
Oleh sebab itu, dunia bisnis harus menjaga faktor kontinuitas usaha, yang membuat landasan usaha yang kuat menuju masa depan yang penuh tantangan.
Faktor-faktor kontinuitas bisnis adalah :
- Likuiditas, yaitu kemampuan bisnis membayar utang-utang pada saat jatuh tempo. Likuiditas juga berarti mampu menjaga kelancaran proses produksi agar suplai hasil produksinya lancar.
- Solvabilitas, yaitu berusaha agar modal sendiri (assets) bisnis lebih besar dari utangnya.
- Soladitas, yaitu kemampuan bisnis untuk memperoleh kepercayaan masyarakat. Kepercayaan meliputi moral pengelola bisnis, tepat dalam berjanji, dan dipercaya dalam bidang keuangan.
- Rentabilitas, yaitu bisnis mampu memperoleh keuntungan yang layak, tidak merugi.
- Crediet Waardigheid, artinya bisnis dipercaya sehingga layak memperoleh kredit/pinjaman.
Sekarang ini banyak anak muda mulai tertarik, mulai melirik profesi bisnis, yang cukup menjanjikan masa depan cerah/ Dimulai oleh anak-anak pejabat, para sarjana lulusan perguruan tinggi negeri maupun swasta sudah mulai terjun ke pekerjaan bidang bisnis. Kaum remaja sekarang, dengan latar belakang profesi orang tua yang beraneka ragam, mulai mengarahkan pandangannya ke bidang bisnis. Hal ini didorong oleh kondisi persaingan di antara pencari kerja yang mulai ketat, lowongan pekerjaan mulai terasa sempit. Posisi pegawai negeri kurang menarik ditambah lagi adanya policy zero growth oleh pemerintah dalam bidang kepegawaian.
Sekarang ini orang tua sudak tidak berpandangan negatif lagi pada dunia bisnis. Anak-anak muda tidak lagi "malu" berdagang. Bahkan para artis banyak yang terjun ke dunia "bisnis" perdagangan berbagai komoditi.
Selanjutnya : Pengertian Bisnis, Sejarah Perkembangan Bisnis
Komentar