KIAT SUKSESNYA DIMULAI DARI KAKI LIMA
Banyak bisnis besar yang pada permulaannya dirintis dari bisnis kecil-kecilan. Bisnis adalah mencari uang yang dulunya tidak punya sekarang menjadi punya, yang dulunya sedikit menjadi banyak, yang dulunya melarat agar menjadi konglomerat Untuk menjadi konglomerat, bisnis adalah solusinya. Coba, anda kenal dengan Kentucky Fried Chiken (KFC) atau anda kenal dengan MC Donald atau yang lainnya. Itu di mulai dari usaha perorangan atau keluarga yang kemudian berkembang menjadi usaha dunia. Dahsyat bukan?
Dari perorangan kini menjadi usaha dunia. Itu adalah bisnis yang di awali oleh orang luar negeri alias orang asing. Untuk orang Indonesia kita kenal dengan Ayam Bakar Wong Solo (ABWS) yang dimiliki oleh Puspo Wardoyo, pria kelahiran Karangasem Solo, itu pun dimulai dari usaha perorangan dan kaki lima juga tentunya. Mulai didirikan tahun 1991 yang awalnya hanya membuka warungan di trotoar kaki lima di Medan, outletnya kini sudah ada sekitar 30 outlet lebih, yang tersebar di 14 kota di seluruh Indonesia. ABWS kemudian di waralabakan sejak tahun 1997.
Dari perorangan kini menjadi usaha dunia. Itu adalah bisnis yang di awali oleh orang luar negeri alias orang asing. Untuk orang Indonesia kita kenal dengan Ayam Bakar Wong Solo (ABWS) yang dimiliki oleh Puspo Wardoyo, pria kelahiran Karangasem Solo, itu pun dimulai dari usaha perorangan dan kaki lima juga tentunya. Mulai didirikan tahun 1991 yang awalnya hanya membuka warungan di trotoar kaki lima di Medan, outletnya kini sudah ada sekitar 30 outlet lebih, yang tersebar di 14 kota di seluruh Indonesia. ABWS kemudian di waralabakan sejak tahun 1997.
Berawal dari Kaki Lima
Ide mewaralabakan RM. ABWS, tutur Puspo Wardoyo, berawal dari rencana membeli waralaba sebuah makanan cepat saji asing untuk wilayah Sumatra Utara. Setelah melakukan test and propertes, ia lulus seleksi. Namun ia harus tumbuh me-ninggalkan ABWS. "Syarat tersebut sangat berat bagi saya.
Dari sini saya dapat ilham, mengapa ABWS tidak saya kembangkan saja dengan pola waralaba," cerita Puspo Wardoyo. Pertimbangannya mengembangkan usaha dengan pola waralaba, ungkap Puspo, dirinya ingin usaha rumah makannya bisa lebih cepat berkembang, ia tidak perlu lagi mem-persiapkan modal, tenaga dan waktu yang sangat besar untuk mendirikan outlet baru.
Disamping itu dengan pola waralaba pengelolaan outlet lebih mudah. Franchisee yang telah mengeluarkan dana investasi yang cukup tinggi, pasti akan mengerahkan segala daya dan kemampuan agar usahanya maju dan sukses. Setiap awal suatu usaha tentu memiliki resiko termasuk juga RM. ABWS.
Disamping itu dengan pola waralaba pengelolaan outlet lebih mudah. Franchisee yang telah mengeluarkan dana investasi yang cukup tinggi, pasti akan mengerahkan segala daya dan kemampuan agar usahanya maju dan sukses. Setiap awal suatu usaha tentu memiliki resiko termasuk juga RM. ABWS.
"Bukan berarti resiko hilang sama sekali. Namun dengan bergabung dengan Wong Solo, kami yakin resiko relatifkecil dibanding-kan jika anda memulai usaha sendiri dari awal. Franchisee diuntungkan karena telah mempu-nyai usaha tanpa perlu merintis dari awal," candas Puspo.
Lain lagi dengan usaha Mr. Celup's yang dimotori oleh tiga sekawan yaitu Sugiarto, Thomas Linardi dan Mulyadi. Baru tiga bulan berdiri (September 2003), Mr. Celup's sudah tancap gas dengan memiliki beberapa outlet di kota-kota besar di Indonesia.
Hampir mirip dengan Wong Solo, alasan mewaralabakan Mr. Celup's, kata Sugiarto untuk menyiasati per-saingan disamping juga menyiasati keterbatasan modal. "Kami berburu dengan waktu, kami tidak ingin follower mendahului kami.
Jika dengan modal sediri kemampuan kami membuka outlet sangat terbatas, kami rasa kami akan terlibas dengan merk-merk lain yang lebih agresif" tandasnya. Sugiarto mengemukakan lebih lanjut, ini semua berkaitan dengan strategi. "Bila satu merk (competitor) sudah bercokol di suatu tempat, orang sudah akan tahu rasa dan karakteristik produknya.
Akhirnya saat kami masuk, yang populer di masyarakat bukan kami, melainkan merk lain yang lebih dulu masuk. Kami tidak mau hal itu terjadi," ucap Sugiarto.
Hampir mirip dengan Wong Solo, alasan mewaralabakan Mr. Celup's, kata Sugiarto untuk menyiasati per-saingan disamping juga menyiasati keterbatasan modal. "Kami berburu dengan waktu, kami tidak ingin follower mendahului kami.
Jika dengan modal sediri kemampuan kami membuka outlet sangat terbatas, kami rasa kami akan terlibas dengan merk-merk lain yang lebih agresif" tandasnya. Sugiarto mengemukakan lebih lanjut, ini semua berkaitan dengan strategi. "Bila satu merk (competitor) sudah bercokol di suatu tempat, orang sudah akan tahu rasa dan karakteristik produknya.
Akhirnya saat kami masuk, yang populer di masyarakat bukan kami, melainkan merk lain yang lebih dulu masuk. Kami tidak mau hal itu terjadi," ucap Sugiarto.
Salah satu restoran lokal lainnya yang kini juga mulai mewaralabakan usahanya adalah restoran Supe Kitchen (SK). Rupanya sukses dengan outlet per-tamanya di Jl. Roa Malaka, beberapa teman dari pemilik restoran SK jadi ngiler. Sejak itulah SK yang memiliki menu spesial berupa Peking Duck ini mulai ditawarkan untuk diwaralabakan. "Sebenamya kami tidak ingin disebut sebagai franchise atau waralaba meskipun
apa yang kita jalankan agak mirip dengan franchise. Kami lebih senang jika disebut dengan technical advisor," jelas assistant General Manager Franchise Super Kitchen, Mario Wass. Diakui oleh Mario, saat pertama kali SK di franchisekan sebenarnya SK belum sepenuhnya siap, sebab secara jujur menjalankan waralaba ternyata tidak mudah Banyak aturan yang harus diterapkan dan dipatuhi "Sampai saat ini SK belum full waralaba. Setahu saya waralaba aturannya sangat strict sekali.
Sedangkan kita sangat fleksibel," kata Mario. Baru setelah beberapa outlet berdiri, mereka mulai siap. "Setelah outlet keempat, baru kami jalankan pola kemitraan yang mirip seperti franchise," kata Mario. "Kami lebih pada pendekatan kekeluargaan dibandingkan waralaba yang peraturannya begitu strict," Kata Mario lagi
Sedangkan kita sangat fleksibel," kata Mario. Baru setelah beberapa outlet berdiri, mereka mulai siap. "Setelah outlet keempat, baru kami jalankan pola kemitraan yang mirip seperti franchise," kata Mario. "Kami lebih pada pendekatan kekeluargaan dibandingkan waralaba yang peraturannya begitu strict," Kata Mario lagi
Selain itu ada Hari dan istrinya Ika Wahyono, mulai bisnisnya dari kaki lima kini telah berkembang menjadi 13 cabang dengan omset mendekati Rp 1 milyar tiap bulannya. Kita bisa membayangkan betapa dahsyat dan hebatnya para pebisnis kita. Dalam tiap bulan omsetnya Rp 1 milyar, jika satu tahun berarti Rp 12 milyar. Seandainya kita karyawan, coba kasih informasi, kerja dimana yang gajinya Rp 12 milyar satu tahun. Untuk mengetahui bisnis Hari dan istrinya ini silahkan baca di buku kami yang berjudul " rahasia sukses bisnis, cam cerdas mencari uang".
Komentar