Implementasi Perluasan Model Kemitraan Strategis Antara Usaha Menengah Kecil (UKM) Dengan Usaha Menengah Besar (UMB) Tahun 2020

UMKM merupakan bagian penting dalam perekonomian Indonesia. 

Dengan jumlah total mencapai lebih dari 62 juta unit usaha, UMKM telah mampu menyerap 113,1 juta tenaga kerja atau 96,50% total tenaga kerja Indonesia. UMKM juga berkontribusi sebanyak 58% terhadap PDB pada tahun 2016. 
Namun hingga sekarang UMKM masih menjadi penyumbang kemiskinan yang cukup besar di Indonesia khususnya UMKM sektor pertanian. Sebagai negara yang berbasis pertanian, masih banyak petani yang hidup dibawah garis kemiskinan. Penurunan angka kemiskinan di sektor akan berkontribusi besar pada angka kemiskinan nasional. 


Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melakukannya adalah dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Saat ini, usaha pertanian yang menjadi lapangan pekerjaan bagi banyak masyarakat khususnya yang tinggal di kawasan pedesaan masih menghadapi berbagai permasalahan.
Tata niaga, produktivitas, pemasaran, pembiayaan, kelembagaan, dan kapasitas SDM menjadi beberapa permasalahan yang banyak ditemukan di lapangan. Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, salah satu isu penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana tata niaga perdagangan yang ada mampu memberikan harga terbaik dan pantas serta kepastian pasar. Tata niaga yang ada saat ini dirasa masih terlalu panjang dan merugikan karena menimbulkan kesenjangan harga. Tata niaga yang ada sekarang ini perlu disederhanakan agar lebih berpihak kepada petani atau UMKM. 
Salah satu model yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah skema pengembangan kemitraan strategis antara UMK (Usaha Mikro Kecil) dan UMB (Usaha Menengah Besar). Kemitraan strategis ini merupakan sebuah upaya menjembatani petani untuk bekerjasama dengan usaha menengah besar. Selain sebagai upaya menyederhanakan tata niaga dan pasar, model kemitraan dapat dikembangkan menjadi lebih komprehensif dengan dilengkapi pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas SDM, meningkatkan akses pembiayaan, dan menguatkan kelembagaan petani. Konsep kemitraan strategis di Indonesia telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. 
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar, disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar, dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam konsep ini, usaha kecil menjadi bagian dari satu sistem bisnis dan rantai nilai yang beretika, disertai dengan pembinaan dan pendampingan bagi usaha kecil untuk mencapai kualitas yang lebih baik. Saat ini kemitraan di sektor pertanian dan perkebunan antara UMK dan UMB sudah banyak dilakukan. Namun, belum seluruh skema kemitraan ini menganut nilai-nilai yang diuraikan dalam peraturan perundangan dan memberikan manfaat maksimal bagi UMKM. Beberapa contoh kemitraan strategis yang ada saat ini juga masih terbatas pada komoditas dan BAB 1 Pendahuluan 5 wilayah tertentu. Untuk itu, konsep kemitraan strategis masih perlu disempurnakan agar dapat dilaksanakan secara masif di berbagai wilayah sesuai dengan komoditas unggulan di masing-masing wilayah. 
Pada tahun 2018, Bappenas mengumpulkan berbagai praktik baik kemitraan strategis yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk pihak swasta dan mitra donor pembangunan, untuk kemudian disarikan menjadi sebuah model kemitraan yang diujicobakan di tahun 2019. Pada tahun 2019, Bappenas bersama dengan mitra offtaker bekerjasama menginisiasi uji coba kemitraan strategis di tiga komoditas dan tiga lokasi. Tiga komoditas tersebut terdiri atas: 
(1) rempah-rempah di Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah; 
(2) ikan patin sebagai pendapatan alternatif petani kelapa sawit di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah; dan 
(3) labu butternut di Cidaun, Cianjur Selatan, Jawa Barat. Hasil uji coba dalam kegiatan Implementasi Perluasan Kemitraan Strategis Antara Usaha Mikro Kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB) ini kemudian akan diformulasikan menjadi dokumen rekomendasi bagi pengembangan skema kemitraan strategis. Tahun 2020 merupakan tahun kedua pelaksanaan uji coba di tiga lokasi tersebut di atas, dan merupakan langkah awal bagi pelaksanaan uji coba di dua lokasi dan dua komoditas baru yaitu komoditas sapi di Nusa Tenggara Timur dan komoditas biofarmaka di Kalimantan Timur. Dua lokasi baru ini diharapkan dapat melengkapi model kemitraan dan hasil pembelajaran dari tiga lokasi lain yang sudah berjalan sebelumnya.

Tujuan Kegiatan


Tujuan dari pelaksanaan Implementasi Perluasan Kemitraan Strategis Antara Usaha Mikro Kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB) ini adalah agar kemitraan strategis dengan model dan skema replikasi yang teruji semakin banyak bisa diimplementasikan. Bagi petani, kemitraan strategis akan meningkatkan pendapatan dan berdampak pada pengurangan kemiskinan. Bagi sektor privat, kemitraan strategis mampu memberikan kepastian pasokan (supply) dan sebagai bentuk kontribusi dalam pembangunan melalui inclusive business.

Ruang Lingkup Kegiatan


Kegiatan Implementasi Perluasan Kemitraan Strategis Antara Usaha Mikro Kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB) pada tahun 2020 dilakukan pada petani swadaya di lima lokasi terpilih yang terletak di Kecamatan Palolo (Sulawesi Tengah), Kecamatan Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah), Kecamatan Cidaun (Jawa Barat), Kabupaten Kupang (Nusa Tenggara Barat), dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur) dengan lima komoditas utama yaitu vanili, ikan patin, butternut, sapi, dan biofarmaka. Kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan implementasi tersebut di atas antara lain:
  1. Membuat rencana kerja detail untuk implementasi;
  2. Melakukan pendekatan bagi seluruh pemangku kepentingan (UMK, pemerintah daerah,
  3. asosiasi/ koperasi/ lembaga enabler lain, sektor dunia usaha (UMB), perbankan, dan
  4. pemerintah pusat);
  5. Pemetaan dan pendataan potensi komoditas dan wilayah;
  6. Mengidentifikasi sarana dan prasarana serta aset lain yang dapat dimanfaatkan dalam
  7. pelaksanaan implementasi;
  8. Melakukan finalisasi model kemitraan yang akan diimplementasikan;
  9. Melakukan uji coba implementasi;
  10. Melakukan monitoring pelaksanaan kegiatan; dan
  11. Melakukan perbaikan model sesuai hasil monitoring.
Pendekatan Teknis dan Metodologi

Pelaksanaan kegiatan Implementasi Perluasan Kemitraan Strategis Antara Usaha Mikro Kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB) akan dilakukan melalui beberapa metodologi yaitu:
  1. Desk Study, dalam hal ini pengumpulan data sekunder akan dilakukan melalui pengumpulan referensi melalui buku, jurnal, penelitian, dan sumber-sumber data lainnya. Hal ini dibutuhkan untuk memperoleh gambaran dalam penyusunan rencana kegiatan. Data dan informasi yang diperoleh juga akan dipergunakan untuk menjadi pegangan dalam pelaksanaan survey lapangan.
  2. Diskusi dan wawancara, metodologi ini dilakukan untuk mengkonfirmasi dan memverifikasi data dan informasi yang telah diperoleh baik kepada offtaker, petani, maupun pemangku kepentingan lainnya. Diskusi mendalam juga diperlukan dalam upaya penjaringan aspirasi tidak hanya masyarakat atau petani namun juga aspirasi serta minat dari offtaker untuk melakukan kerjasama ini.
  3. Observasi lapangan, kegiatan ini dilakukan di lokasi pengembangan maupun di lokasi perusahaan offtaker yang terpilih. Hal ini dibutuhkan untuk memperdalam informasi dan data yang telah diperoleh untuk kemudian dituangkan dalam rencana aktivitas yang lebih mendetail.
  4. Pembinaan dan pendampingan, akan dilakukan oleh tiga pendamping lapangan yang telah diberikan pembekalan sebelumnya. Petugas lapangan ini akan bertanggung jawab atas koordinasi berbagai kegiatan dan pelaksanaan rencana implementasi di lapangan sesuai dengan arahan tenaga ahli senior dan Bappenas sebagai pemilik kegiatan. Pembinaan dan pendampingan yang dilakukan akan disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi masing-masing daerah.
  5. Monitoring dan evaluasi, dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan perbaikan yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal dan saling menguntungkan. Hal ini juga akan sangat diperlukan dalam penyusunan rekomendasi dan rencana tindak lanjut ke depan khususnya dalam menyusun rencana kerja pada tahun selanjutnya.  Kegiatan monitoring dan evaluasi ini juga akan menjadi dasar penyusunan rekomendasi serta skema kemitraan yang dapat direplikasi.
Pelaksanaan implementasi perluasan kemitraan strategis ini akan melibatkan berbagai pihak terkait termasuk pemerintah daerah, swasta, petani, koperasi maupun lembaga keuangan lainnya serta seluruh pemangku kepentingan yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan ini.
Seluruh data dan informasi yang diperoleh akan dipergunakan dalam penyusunan laporan serta rekomendasi skema dan model replikasi kemitraan strategis.

Komentar