Faktor-faktor Kontinuitas Bisnis

Faktor-faktor kontinuitas bisnis adalah:

  1. Likuiditas, yaitu kemampuan bisnis membayar utang-utang pada saat jatuh tempo. Likuiditas juga berarti mampu menjaga kelancaran proses produksi agar suplai hasil produksinya lancar.
  2. Solvabilitas, yaitu berusaha agar modal sendiri (assets) bisnis lebih besar dari utangnya.
  3. Soliditas, yaitu kemampuan bisnis untuk memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan meliputi moral pengelola bisnis, tepat dalam berjanji, dan dipercaya dalam bidang keuangan.
  4. Rentabilitas, yaitu bisnis mampu memperoleh keuntungan yang layak, tidak merugi.
  5. Crediet Waardigheid, artinya bisnis dipercaya sehingga layak memperoleh kredit/pinjaman


Jika kelima faktor kontinuitas ini dijaga, maka bisnis yang dijalankan akan berkembang secara meyakinkan.

Sekarang ini banyak anak muda mulai tertarik, mulai melirik profesi bisnis, yang cukup menjanjikan masa depan cerah. Dimulai oleh anak-anak pejabat, para sarjana lulusan perguruan tinggi negeri maupun swasta sudah mulai terjun ke pekerjaan bidang bisnis. Kaum remaja zaman sekarang, dengan latar belakang profesi orang tua yang beraneka ragam, mulai mengarahkan pandangannya ke bidang bisnis. Hal ini didorong oleh kondisi persaingan di antara pencari kerja yang mulai ketat, lowongan pekerjaan mulai terasa sempit. Posisi pegawai negeri kurang menarik ditambah lagi adanya policy zero growth oleh pemerintah dalam bidang kepegawaian.

Sekarang ini orang tua sudah tidak berpandangan negatif lagi pada dunia bisnis. Anak-anak muda tidak lagi “malu” berdagang. Balikan para artis banyak terjun ke dunia “bisnis” perdagangan berbagai komoditi.

Berdasarkan suatu penelitian terhadap siswa kelas 3 SMU di Kotamadya Bandung, ditemukan adanya pergeseran minat bisnis dikalangan remaja. Suatu hal yang menonjol yang ditemukan dalam penelitian ini adalah adanya perubahan sikap dan pandangan dari generasi muda calon intelektual bangsa kita. Demikian pula ada perubahan pandangan dari orang tua, menurut apa yang dilihat dan dirasakan oleh para siswa kelas 3 SMU. Hal ini terungkapkan jawaban dari pernyataan “Sepengetahuan saya, orang-orang tua kita masih mengangggap rendah pekerjaan di bidang bisnis dibandingkan dengan pekerjaan lainnya.”

Jawaban responden terhadap pernyataan: “Sepengetahuan saya, orang-orang tua kita masih mengangggap rendah pekerjaan di bidang bisnis dibandingkan dengan pekerjaan  bidang lainnya.”

Mereka menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut sebanyak (73%). Dalam kelompok 73% diantaranya menyatakan sangat tidak setuju sebanyak 44%. Jawaban ini cukup meyakinkan kita, dan responden cukup mengerti arah pernyataan, dan cukup teliti membacanya, karena pernyataan ini dibuat dalam bentuk pernyataan negatif. Jika dikonfirmasikan dengan jawaban pertanyaan yang lain, maka keyakinan kita makin bertambah, bahwa betul pandangan, sikap dan minat siswa kelas 3 SMU sekarang ini cukup besar dalam bidang bisnis seperti dinyatakan dalam uraian berikut:

a. Sebenarnya unsur resiko dalam bisnis sangat besar, namun para remaja menyatakan berani menghadapi resiko tersebut, dengan penuh perhitungan (73%). Seperti kita ketahui anak-anak muda senang hidup dengan penuh tantangan. Mereka ingin membuktikan dirinya sebagai orang-orang yang mampu hidup mandiri. Jika dalam bidang olahraga misalnya mereka menyenangi olahraga yang mengandung resiko, balap motor, motor cross, balap mobil, panjat tebing, arung jeram, dan sebagainya. Dalam bidang bisnis mereka mencoba berkongsi membuka usaha rental komputer, usaha desain grafis, pertokoan, garmen, dan sebagainya. Mereka mencoba melepaskan ketergantungan dari orang tua. Mereka ingin membuktikan kemampuan mereka. Pada siswa kelas 3 SMU, sependapat bahwa pekerjaan dalam bidang bisnis cukup menantang kreatifitas anak-anak muda (82%).

b. Ada pandangan bahwa pekerjaan bisnis kurang memberi harapan masa depan yang cerah. Mereka tidak sependapat dengan pernyataan tersebut.

Yang menyatakan tidak sependapat hampir 90%. Demikian pula dengan pernyataan yang menyatakan bahwa pekerjaan bisnis kurang mengangkat derajat ekonomi seseorang. Para siswa menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut (93%). Jawaban responden cukup meyakinkan kita, bila dihubungkan dengan jawaban terhadap pernyataan lain yang berbunyi: pekerjaan bisnis tidak dapat mengangkat prestise seseorang. Jawaban responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut (93%). Bila dibandingkan dengan jawaban di atas, maka kita lihat para siswa cukup konsisten dalam memberi jawabannya.

Kemudian kita ingin melihat bagaimana pandangan siswa terhadap issu yang berkembang di masyarakat bahwa perilaku pelaku-pelaku bisnis kurang jujur. Pekerjaan bisnis kurang baik, karena orang sejalu melakukan kecurangan dan berbohong. Responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut (86%). Diantara yang 86% ini termasuk didalamnya yang sangat tidak setuju (53%). Sikap ini adalah sangat positif, guna mengangkat derajat profesi bisnis di kalangan remaja. Berdasarkan pandangan umum seperti diungkapkan di atas, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa memang sudah terjadi pergeseran nilai yang memandang pekerjaan bisnis lebih positif. Namun kita masih ingin melihat bagaimana tingginya sikap bisnis para remaja tersebut, dapat dilihat dari jawaban dan . sikap mereka yang ingin berjuang dari bawah.

d. Seandainya siswa kelas 3 SMU tidak lulus UMPTN dan tidak pula melanjutkan studi ke PTS, apakah mereka akan terjun ke bidang bisnis? Sebanyak 70% mereka menyatakan siap terjun bekerja dalam bidang bisnis. Demikian pula mereka yang lulus UMPTN atau kuliah di PTS, setelah tamat nanti mereka secara konsisten menyatakan tetap akan menekuni pekerjaan bisnis, yaitu ada sebanyak 73%.

e. Responden menyatakan bahwa seandainya memiliki modal cukup, pasti akan terjun ke bidang bisnis (87%), dengan cara membuka usaha sendiri. Dan jika belum memiliki modal usaha, yang hendak mereka tempuh adalah dengan menabung Jika ada penghasilan (85%).

Nampaknya sekarang terjadi pergeseran pandangan anak muca untuk melamar menjadi pegawai negeri. Ini terbukti dari pernyataan: Walaupun peluang menjadi pegawai negeri sangat kecil, saya akan tetap berusaha dan menunggu dibukanya lowongan oleh pemerintah. Responden menyatakan tidak setuju dengan pandangan tersebut (82%), diantaranya sangat tidak setuju 56%. Untuk mengetahui lebih banyak praktek bisnis, responden menyatakan senang melihat, mengamati, dan bertanya seluk beluk bisnis kepada para pelaku bisnis (82%). Banyak diantara siswa mecasa yakin dan optimis bahwa mereka memiliki bakat di bidang bisnis (60%). Namun ada pula yang ragu-ragu apakah mereka memiliki bakat binis (27%). Kemudian 13% menyatakan tidak berbakat dalam pekerjaan bisnis.

Remaja masih minim dalam pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab itu mereka ingin sekali meningkatkan pengetahuan dalam bidang bisnis (90%). hampir semua siswa kelas 3 SMU ini menyatakan keinginan mereka, agar SMU diberikan pelajaran tentang pengetahuan bisnis sejak dari kelas I (95%). Dan terutama untuk siswa kelas 3 yang akan segera memasyarakat, mereka berharap diberi bekal pengetahuan bisnis sebelum tamat 98,8%).

Ada suatu pernyataan disodorkan pada responden yang diminta tanggapan mereka, yaiu tentang apakah mereka ingin memperoleh pengetahuan/ keterampilan pramuniaga? Hanya separuh mereka menyatakan ingin (52%), dan sebagian lagi menyatakan ragu (15%) dan sisanya tidak ingin. Hal ini cukup rasional, karena bisnis itu bukan berarti pramuniaga, akan tetapi jauh lebih luas lagi dari itu. Berdasarkan jawaban responden tesebut, tampaknya bahwa mereka tidak asal menjawab atau sekedaj memberi komentar terhadap angket, tapi betul-betul dijawab dengan penuh rasa tanggung jawab.

Untuk melihat minat siswa yang kelas 3 SMU secara menyeluruh, maka diadakan beberapa uji beda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dengan menggunakan statistik uji t.

a. Tidak terdapat perbedaan minat bisnis antara siswa SMU favorit dan SMU biasa, serta antara SMU Negeri dan SMU swasta.

b. Terdapat perbedaan minat bisnis antara siswa pria dan siswa Wanita. Ternyata siswa pria rata-ratanya lebih tinggi dibandingkan dengan siswa wanita. Perbedaan ini signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

c. Siswa dari program studi IPS ternyata lebih tinggi minat bisnisnya dibandingkan dengan siswa IPA. Hal ini diduga karena mata pelajaran IPS memberi peluang banyak membicarakan ilmu kemasyarakatan dan lebih dekat ke bidang bisnis. Perbedaan ini signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

d. Berdasarkan latar belakang pekerjan ayah, ternyata tidak ditemukan perbedaan yang nyata yang berpengaruh terhadap minat-bisnis para siswa. Namun suatu kecenderungan tampak pada kita ialah siswa yang ayahnya ABRI lebih tinggi minat bisnisnya dibandingkan dengan latar belakang pekerjaan ayali yang lain, seperti pegawai negeri, pegawai swasta. Demikian pula mengenai latar belakang ibu bekerja, tidak ditemukan perbedaan signifikan. Akan tetapi yang ibunya tidak bekerja/sebagai ibu rumah tangga, ternyata minat bisnisnya lebih tinggi dibandingkan dengan ibunya yang bekerja. Juga tidak terdapat perbedaan antara latar belakang ayah yang sarjana dengan dengan yang tidak sarjana. Akan tetapi, rata-rata minat bisnis ayah yang non sarjana minat anaknya lebih tinggi dibandingkan dengan ayah yang sarjana. Latar belakang perbedaan ini, walaupun tidak signifikan, dapat diduga adanya keinginan atau motivasi yang lebih tinggi dari siswa untuk membantu orang tuanya, lepas dari beban orang tua, ingin mandiri.

e. Untuk lebih meningkatkan minat bisnis para siswa, mereka sudah berusaha sendiri, dengan menguasai beberapa keterampilan yang menunjang. Misalnya keterampilan komputer, perbengkelan, pemasaran, mengetik dan sebagainya. Ternyata ada perbedaan yang hampir signifikan (tk 0,93), dalam minat bisnis antara siswa yang memiliki 4-5 jenis keterampilan dengan siswa yang memiliki 1-2 dan 3 keterampilan.

f. Dalam keberanian menghadapi resiko bidang bisnis, siswa yang memiliki 5 jenis keterampilan lebih menonjol dibandingkan dengan siswa lainnya. Namun perbedaan ini tidak signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian diatas nampak bahwa minat bisnis siswa pada siswa kelas 3 SMU sekarang ini agak merata. Tidak terpengaruh oleh latar belakang pekerjaan orang tua, baik dari ayah maupun dari ibu. Juga tidak banyak berbeda antara program studi yang diikuti. Kemudian para siswa dalam beberapa hal menyatakan betul-betul berminat untuk membuka usaha mandiri sebagai lapangan bisnis mereka, dengan berani menanggung resiko, dengan berusaha menabung lebih dulu sebagai modal pertama dan sebagainya.

Kemudian hampir semua siswa menyatakan ingin meningkatkan pengetahuan bisnis, dan ingin di SMU diberikan pengetahuan bisnis sejak kelas I, dan mereka merasa perlu diberi bekal di kelas 3 sebelum tamat.

Kondisi demikian yang memacu anak muda terjun ke dunia bisnis, hasilnyapun cukup memuaskan. Munculah berbagai organisasi pengusaha seperti Ikatan Pengusaha Muda Indonesia, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), dan berbagai organisasi pengusaha lainnya. Mereka bergerak dalam berbagai komoditi dan beragam bentuk usaha, misalnya bentuk usaha fran-c/i/se/kerjasama dengan badan usaha asing, membuka usaha katering, kantin, butik, busana Muslim, Salon Kecantikan dan sebagainya.

Dalam zaman modem sekarang ini, dunia bisnis sangat kompleks, dan membutuhkan banyak waktu buat mereka yang ingin mempelajarinya secara mendalam. Dan sangat mengasyikkan apabila anda mulai melaksanakan bisnis secara nyata.

Komentar